MENGINGAT SEJARAH DI MAKAM BUNG KARNO
Presiden pertama Republik
Indonesia, Ir Soekarno, atau yang biasa dikenal sebagai Bung Karno, lahir di
Blitar pada tanggal 6 Juni 1901. Beliau adalah seorang tokoh yang mendunia.
Sepak terjangnya yang pemberani selalu dikenang jutaan orang hingga kini.
Sayang, jika seorang tokoh besar seperti Bung Karno dilupakan oleh generasi
penerus dari negeri yang telah dia proklamirkan bersama Bung Hatta, rekan
seperjuangannya. Karena itulah, dengan niat untuk mengingat sejarah perjuangan
Bung Karno, Sang Proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia, maka saya mengajak
anak-anak saya mengunjungi makamnya di Blitar, Jawa Timur.
Bung Karno wafat pada usia
70 tahun pada tanggal 21 Juni 1970, dan dimakamkan di kota kelahirannya, Blitar.
Kota ini terletak di bagian selatan provinsi Jawa Timur atau sekitar 167 km
sebelah selatan kota Surabaya. Makam Bung Karno terletak di Jl Slamet Riyadi,
Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, sekitar 2 km sebelah utara pusat
Kota Blitar. Dalam perkembangannya, bangunan makam telah banyak mengalami
pemugaran sehingga tampak megah. Peresmiannya dilakukan pada tanggal 3 Juni
2004 oleh Presiden Megawati Soekarno Putri, salah seorang putri dari Bung Karno
yang waktu itu sedang menjabat sebagai Presiden RI.
Kompleks makam Bung Karno ini dilengkapi dengan sarana
pendukung berupa area parkir yang sangat luas yang dilengkapi dengan pendapa
untuk tempat istirahat pengunjung, arena permainan anak dan kios-kios makanan.
Area parkir ini terletak sekitar 500 meter dari kompleks makam. Sayangnya
tempat sampah yang tersedia di sini sangat kurang sehingga banyak pengunjung
yang membuang sampah sembarangan. Akibatnya kondisi area parkir dan pendapa
terlihat kotor oleh sampah sisa makanan para pengunjung.
Kendaraan roda empat tidak diperkenankan masuk
mendekati kompleks makam sehingga harus parkir di area parkir yang terletak
sekitar 500 meter dari kompleks makam itu. Tarif parkir adalah 5000 rupiah
untuk 1 mobil. Selanjutnya, untuk sampai di kompleks makam, pengunjung bisa
berjalan kaki atau naik becak dengan tarif 5000 rupiah atau 10.000 rupiah untuk
tarif PP. Sebenarnya tersedia trotoar bagi pejalan kaki di sepanjang jalur dari
area parkir ini menuju kompleks makam, tetapi sayang trotoar tersebut dipenuhi
oleh barang dagangan dari kios-kios suvenir yang berjajar di sepanjang trotoar.
Hal ini tentu saja sangat menyulitkan pengunjung yang memilih berjalan santai
menuju kompleks makam. Saya yang memilih jalan kaki merasakan sekali gangguan
itu, sehingga akhirnya kemudian saya memilih naik becak sekembalinya dari
kompleks makam ke area parkir, selain juga karena panas terik matahari yang
menyengat di siang hari itu.


Sambil menabur bunga saya ceritakan tentang sepak
terjang Bung Karno sebagai pahlawan proklamasi kepada anak-anak saya. Saya
ingin melukiskan tokoh Bung Karno dalam memori anak-anak saya. Bukankah jasa
seorang pahlawan sudah selayaknya dikenang dan perbuatannya yang baik patutlah
diteladani?
Kemudian saya ajak anak-anak saya berdoa di depan
makam memohon pada Tuhan agar Sang Pahlawan Proklamasi ini diampuni dosanya dan
mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan sesuai dengan amal ibadahnya. Tak lupa
dalam hati saya mohon pada Tuhan agar anak-anak saya kelak bisa menjadi
“orang-orang besar” seperti Bung Karno.
Hanya sebentar saja kami berada di
kompleks makam ini. Setelah dirasa cukup, kami pun segera menuju pintu keluar.
Jalan keluar dari kompleks makam ternyata sangat berliku. Pihak pengelola makam
sengaja mendesain jalan keluar agar melalui deretan kios-kios suvenir maupun
jajanan khas Blitar. Bagi yang ingin berbelanja suvenir, tentu hal ini sangat
menyenangkan, tetapi bagi yang ingin cepat pulang dan keluar dari kompleks
makam, hal ini terasa sangat mengganggu apalagi jalannya terasa sempit, sumpek,
panas dan pengap tanpa pendingin ruangan. Semoga suatu saat pihak pengelola
makam berkenan untuk membenahi kondisi ini, sehingga momen mengunjungi makam
Bung Karno menjadi memori indah bagi para generasi penerus bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar