Minggu, 13 Desember 2015

Pon Pes Mantenan


Pendiri PP. MANTENAN
KH. ABDUL GHOFUR

Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam yang pada saat ini masih kokoh berdiri megah di kawasan Mantenan Udanawu Blitar merupakan sebuah arsip sejarah dan jikalau kita kilas balik pasti kita akan menemukan tokoh sentral, perjuangan sekaligus penyebar agama Islam di Daerah Blitar dan sekitarnya Beliau adalah KH. Abdul Ghofur pendiri Pondok Pesantren Maba’ul Hikam. KH. Abdul Ghofur berasal dari Desa Brongkah merupakan putra dari pasangan Kyai Muhyi dan Nyai Sholihah. Banyak sekali karomah-karomah yang muncul ketika beliau masih kecil yang merupakan bahwa kelak Beliau akan menjadi tokoh besar.
Pernah pada suatu hari kakek Beliau (Kiyai Asnawi) menggelar suatu saimbara yang hanya boleh di ikuti oleh kalangan keluarga saja, yaitu barang siapa yang mampu meminum dan menghabiskan air dalam bumbung (gelas bambu) maka ia lah kelak yang mampu mewarisi ilmu sang kakek. Namun tak satu pun peserta yang mampu menghabiskan air tersebut kecuali Beliau padahal waktu itu Beliau masih dalam ayunan sang bunda. Melihat kejadian itu spontan sang kakek menangis dan membelai bocah tadi (Abdul Ghofur).
Pernah ada lagi kejadian yang menakjubkan ketika beliau masih kanak-kanak. Suatu saat beliau di ajak sang Bunda menuai padi (Derep).dan ketika Beliau berada di tengah sawah Beliau dengan riyangnya bermain seorang diri sembari melempar-lemparkan damen (tangkai padi) keudara. Dan sangatlah ajaib karna setiap damen yang Beliau lemparkan berubah menjadi se-ekor burung.
Menginjak usia muda Beliau mulai mencoba berkelana memperdalam Ilmu sekaligus memperluas pengalaman keberbagai Pondok Pesantren. Awal kali beliau hijrah dan belajar di pesantren Mangunsari (Nganjuk). Setelah beberapa tahun disana Beliau melanjutkan mondok di Pesantren Mojosari juga masih berada di kawasan Nganjuk. Dan yang terkhir beliau menyepuhkan Ilmunya di Pesantren Balong Kediri. Disana Beliau terkenal sebagai pemuda yang ulet,cerdas, dan mampu menguasai berbagai Ilmu pengetahuan yang sempurna.
Setelah dirasa cukupmengaji di pesantren Balong, kemudian Abdul Ghofur pulang mengikuti kedua orang tua beliau hijrah sekaligus berjuang (Dakwah) di daerah Ngampel Kediri. Disinilah kedua orang tua beliau menetap dan mendirikan masjid untuk Berdakwah.
Menginjak usua dewasa Beliaupun mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Nyai Musri’ah Putri sulung H. Munajat pemilik tanah Mantenan dan tidak lama kemudian beliau menunaikan ibadah Haji ke tanah Makkah dan setlah itu menetap di tanah Mantenan.
Melihat kondisi sosial dusun Mantenan yang sangat memprihatinkan, sebagai seorang tokoh yang mempunyai intelektuliatas Islami yang tinggi, beliau termotifasi untuk membenahi kondisi tersebut. Langkah pertama yang di ambil adalah dengan mendirikan sebuah Mushola pada tahun 1907 M. Sebagai tempat untukberdakwah. Selain dari pada itu beliau juga mengembangkan misi dakwahnya dengan cara door to door dari rumah kerumah penduduk. Di tengah-tengah perjuangannya Beliau harus menerima kenyataan duka karna sang istri tercinta Nyai Musri’ah lebih dahulu di panggil yang kuasa dan mewariskan lima orang putra, dua diantaranya meninggal dunia. Dan ketiga putranya yang masih hidup yakni Nyai Mursyidah, KH. Bahar dan Nyai Marwiyyah.
Kemudian beliau ngrengkulu (Menikahi adik ipar) Nyai Musri’ah, bernama Nyai Siti. Ada kejadian lucu dimasa pernikahan Beliau, dengan Nyai Siti suatu hari dimalam pengantinnya, istrinya tidak mau mendekat (tidak atut). Karena tidak maunya sang istri tadi, maka KH. Abdul Ghofur memukul bantal yang berada di sampingnya, seketika itu pula bantal tersebut berubah menjadi se-ekor harimau yang meraung-raung. Spontan sang istri ketakutan dan langsung memeluk Beliau. Itulah sebagian Karomah yang dimiliki Beliau sebagai tanda beliau bukan orang biasa.
Buah pernikahannya dengan Nyai Siti Beliau dikaruniai lima orang anak yaitu KH. Mirzam Sulaiman Zuhdi, KH. Zubaidi Abdul Ghofur, Nyai Sringatin, Agus Zainuri, Agus Kusaid. Kemudian seperti halnya Nyai Musri’ah Nyai Sitipun pulang ke rahmatullah lebih dahulu meninggalkan Beliau. Selang beberapa bulan kemudian, KH. Abdul Ghofur menikah lagi dengan Nyai Fatonah (Pelas Kediri) dan di karuniai dua orang anak yang bernama Kiyai Abdullah dan Nyai Sa’diyyah.
Memang harus kita akui bahawa beliau penancang tonggak sejarah berdirinya Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam. Dan Pesantren ini, merupakan jerih payah Beliau dalam berjuang menyebarkan Agama Islam dikawan Blitar dan sekitarnya.           
KH.AbdulGhofur wafat pada tahun 1952 M. Dan dimakamkan tepat di belakang Masjid Mamba’ul Hikam. Sampai sekarang jasa-jasa beliau masih terus di kenang. Harumnya nama tokoh seperti Beliau menyebabkan makamnya tidak pernah sepi dari para peziarah, yang bukan hanya dari kawasan Blitar, melainkan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra, dan juga dari Kalimantan.
 Demikian sekelumit kisah Beliau KH. Abdul Ghofur beserta sebagian kecil kelebihan yang beliaumiliki. Dan kegigihan dalam berdakwah patut kita jadikan suri tauladan sebagai modal untuk meneruskan perjuangan Beliau dalam mengemban misi Dakwah Islami.
Dan sebagai bukti rasa cinta dan terima kasih yang tak terhingga, kita haturkan do’a untuk Beliau, Al-faatihah…




Tidak ada komentar:

Posting Komentar